top of page

Ular Besi Mewah nan Cepat Era Kolonial: Dari Eendaagsche Express hingga Java Nacht-Express

  • Writer: P. Lintang Mulia
    P. Lintang Mulia
  • Aug 26, 2021
  • 6 min read

Prolog

Sudah genap 154 tahun perkeretaapian di tanah Nusantara, berkembang dan berekspansi sejak masa kolonial hingga kini. Tolak ukur perkembangannya tidak hanya dari panjang jalur yang dioperasikan, tetapi juga dari segi pelayanannya yang diberikan untuk menyaingi moda transportasi lainnya.

Pada masa kolonial, perusahaan kereta negara Staatsspoorwegen (SS), tidak hanya bersaing dengan perusahaan kereta swasta ataupun transportasi roda karet. Di lain pihak, SS juga harus memperbaiki pelayanan kereta penumpang mereka baik dari segi waktu tempuh, dan masalah operasional jalur akibat perbedaan kepemilikan antara swasta dan negara.

Setelah tersambungnya jalur kereta sepanjang Pantai Utara Jawa dan jalur Tengah, SS pun mengenalkan serangkaian kereta cepat mereka pada dekade 1920, untuk menghubungkan kota-kota besar di Pulau Jawa. Sehingga tak ayal juga jika kepanjangan SS disebut sebagai Steeds Sneller, atau yang artinya "semakin cepat".

Layanan Steeds Sneller inilah yang diwujudkan oleh Staatsspoorwegen pada akhir dekade 1920 hingga 1930, melalui kereta api "Eendagsche Express", "Java Nacht Express", dan "Vlugge Vier", yang operasionalnya bertahan pada masa krisis ekonomi hingga Perang Pasifik bergejolak di Hindia-Belanda.

ree
Poster Eendaagsche Express (Sumber: Grup FB Komunitas Sejarah Perkeretaapian Indonesia)

Eendagsche Express

Rencana kereta cepat pertama di era Hindia-Belanda, berawal dari tersambungnya jalur Batavia - Kroya - Surabaya pada 1 Januari 1917. Jalur inipun merupakan alternatif jalur Batavia - Bandung - Surabaya, yang sulit ditempuh karena wilayahnya bergunung, dan memakan waktu yang lebih lama.

Walaupun jalur baru sudah dibangun, perbedaan kepemilikan jalur pada lintas Yogyakarta - Solo, antara perusahaan swasta Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) dengan Staatsspoorwegen (SS) menyebabkan rencana kereta cepat ini tidak bisa diwujudkan oleh SS.

Sebagai solusinya, pemerintah memerintahkan NISM untuk membangun jalur khusus SS pada 1 Mei 1929 antara Yogyakarta - Solo, dengan persimpangan di Maguwo. Hal ini ditujukan agar operasional kereta dari kedua perusahaan tidak terganggu, mengingat perbedaan jalur yang dipakai keduanya.Dengan selesainya masalah tersebut, pada 1 November 1929 Eendaagsche Express pun diresmikan oleh Staatsspoorwegen.

ree
Kereta Eendaagsche Express tiba di Kroya, 1 November 1929 (Sumber: Tropenmuseum)

Kereta "express satu hari" ini merupakan terobosan untuk perjalanan antara Jakarta - Surabaya, yang dapat mempersingkat durasi perjalanan dari 23 jam menjadi 11 jam. Dalam operasionalnya, jarak yang ditempuh sepanjang 821 km dan berhenti di 42 stasiun. Walaupun kecepatan rata-ratanya 71,4 km/jam, kereta api ini mampu menyentuh kecepatan 100km/jam antara Cirebon - Prupuk! Kecepatan maksimalnya tidak hanya didukung oleh kontur rel yang relatif lurus pada jalur tersebut, tetapi juga lokomotif yang digunakannya, SS1000 (C53) juga dijuluki sebagai lokomotif tercepat milik Staatsspoorwegen.

ree
Kedatangan kereta Eendaagsche Express di Stasiun Surabaya Gubeng (Sumber: Majalah Spoor en Tramwegen, Edisi 3 21 Januari 1930)

Dengan kecepatan tersebutlah, Eendaagsche Express dijuluki sebagai kereta cepat yang bukan hanya dikenal di Tanah Jawa, tapi namanya juga tersohor ke beberapa negara. Dalam surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad (1932), waktu tempuh layanan kereta api ini masih terbilang cepat dan dapat dibandingkan dengan serangkaian kereta ekspres mewah di Eropa pada masanya.


Walaupun saat itu Hindia-Belanda berada dalam Depresi Ekonomi, fasilitas yang ditawarkan layanan inipun diantaranya kursi yang empuk dan toilet yang modern, sehingga dijuluki sebagai "rumah berjalan yang mewah" dalam surat kabar Het Nieuws van Den Dag. Standar inipun menjadi tolak ukur pelayanan kereta lainnya di Hindia-Belanda yang kala itu sedikit "bobrok".

ree
Formasi rangkaian kereta Eendaagsche Express (Sumber: Majalah Spoor en Tramwegen Edisi 2, 1 Oktober 1929)

Kondisi kereta diterangkan dalam buku Sint Claverbond, dengan interior yang nyaman tanpa kompartemen sempit. Sepanjang perjalanan jendela kereta pun kerap dibuka, yang justru menyebabkan jelaga asap lokomotif masuk ke dalam kereta, dan mengotori pakaian penumpang.

Pada pertengahan dekade 1930, Eendaagsche Express pun bersaing dengan moda transportasi pesawat milik KNILM (Koninklijk Nederlandsch Indische Luchtvaart Mij/ Perusahaan Penerbangan Kerajaan Hindia-Belanda), yang dapat memangkas perjalanan Batavia - Surabaya sebanyak 1/3 dari waktu tempuh Eendaagsche Express. Ditambah dengan terjadinya krisis ekonomi, Staatsspoorwegen pun harus menurunkan biaya tiket kereta api ini.

ree
Interior kereta turis Eendaagsche Express (Sumber: De Locomotief, 1 Februari 1936)

Walaupun harga tiketnya diturunkan, fasilitas kereta pun ditingkatkan pascakrisis untuk menambah kenyamanan. Pada tahun 1936, SS menambah satu kereta turis di setiap perjalanan Eendaagsche Express, dengan interior berupa kursi lengan yang bisa diputar, dan jendela besar untuk menikmati pemandangan sepanjang perjalanan, dan bahkan dilengkapi bar didalamnya untuk menambah kenyamanan para turis. Kemudian pada tahun 1939, kenyamanan perjalanan ditingkatkan kembali, dengan menghadirkan dua kereta berpendingin es balok, seperti pada gambar dibawah

ree
Poster Vlugge Vier (Sumber: Pinterest)

Vlugge Vier-Vlugge Vijf

Kesuksesan Eendagsche Express turut serta memicu pembaruan infrastruktur kereta api di Hindia-Belanda, seperti dipangkasnya waktu henti kereta di stasiun, dan perbaikan lintas jarak dekat.

Walaupun demikian, krisis ekonomi pada tahun 1930 mulai berdampak pada pendapatan Staatsspoorwegen. Sebagian proyek pembangunan jalur pun dihentikan, dan tingkat penumpang mengalami penurunan selama satu tahun lebih.

Setelah situasi ekonomi kembali pulih, pada 1 November 1934 SS meluncurkan dua layanan kereta cepat dengan frekuensi 4-5x perjalanan per hari, pada rute Batavia - Cikampek - Bandung dan Surabaya - Bangil - Malang.

Kedua layanan ini secara berturut-turut dinamai sebagai Vlugge Vier dan Vlugge Vijf (Cepat Empat - Cepat Lima), sebagai penghubung antara kota dagang dan pelabuhan, dan kota industri di dataran tinggi. Hadirnya kedua kereta api ini, dirasa mempermudah para penglaju antar kedua kota dan bagi mereka yang ingin berwisata di akhir pekan, kemudian kembali untuk bekerja di hari Senin.

ree
Pemandangan jalur Purwakarta - Padalarang, dengan latar persawahan dan Jembatan Sinapeul & Tarengtong (Sumber: KITLV, 1930)

Untuk mendongkrak okupansi penumpang trayek Batavia-Bandung, SS mempromosikan layanan Vlugge Vier dengan slogan:

Van Bandoeng naar Batavia - Voor zaken of plezier: Geen betere gelegenheid dan met de 'Vlugge Vier'

"Dari Bandung ke Batavia - untuk keperluan bisnis atau wisata: Tidak ada yang kesempatan yang lebih baik selain dengan Vlugge Vier". Slogan ini tentunya senada dengan waktu tempuh Vlugge Vier yang dibawah 2 jam, lebih cepat dibandingkan pergi ke Bandung dengan mobil melalui Puncak Pass ataupun Purwakarta -dengan jarak tempuh 3 - 3,5 jam. Tidak hanya itu, kereta api ini juga menawarkan pemandangan yang indah, karena melintasi perbukitan dan persawahan antara Purwakarta - Padalarang.

Di lain pihak, Vlugge Vijf mampu menempuh waktu 90 menit untuk rute Surabaya - Malang. Dengan okupansinya yang sangat baik, pada 1 November 1935 relasinya ditambah dari enam perjalanan menjadi tujuh perjalanan dalam satu hari, bahkan waktu tempuhnya dipangkas menjadi 75 menit. Kemudian bagi penumpang yang berasal dari Batu, juga disediakan bus pengumpan tujuan Stasiun Malang untuk mempermudah transit mereka ke kereta Vlugge Vijf.

ree
Lokomotif SS1300 (Sumber: Stoomtractie op Java en Sumatra, 1982

Dalam operasionalnya, Vlugge Vier dan Vlugge Vijf ditarik lokomotif seri SS1300 (C28) buatan Henschel, Jerman. Spesifikasi lokomotif ini cocok untuk menembus perbukitan (gradien 18-21 derajat permil), bahkan kecepatan maksimumnya setara lokomotif SS1000 (C53), dengan kecepatan rata-rata 75-90 km/jam. Bahkan di lintas datar Batavia - Karawang mencapai 105 km/jam!

ree
"Perjalanan sambil Tidur", begitulah kalimat dalam poster Java Nacht-Express, yang dilengkapi foto interior kereta tidur (Sumber: Geheugen Delpher)

Java Nacht-Express

Dengan dicabutnya aturan pembatasan jam operasional kereta api pada 1916, Volksraad pun memberikan saran kepada Staatsspoorwegen agar dapat mengoperasikan kereta malam antara Batavia- Surabaya. Akan tetapi, rencana ini belum bisa direalisasikan SS karena terbatasnya sarana dan prasarana.


Rencana ini terealisasikan tujuh tahun setelah Eendagsche Express beroperasi pada tahun 1929. Pada 27 Oktober 1936, SS melakukan uji coba kereta malam Batavia - Surabaya, dan sejumlah jurnalis pun diundang dalam kesempatan ini. Dikabarkan dalam De Indische Courant (1936), kereta uji coba ini tiba di perhentiannya dengan tepat waktu, dan banyak warga sekitar jalur, terutama di Cirebon dan Purwokerto, yang terpikat menyaksikan kecepatannya.

Pada 1 November 1936, layanan ini diresmikan dengan nama Java Nacht-Express, dengan rute yang sama antara Batavia - Surabaya. Hal yang membedakannya dengan Eendagsche adalah kecepatannya, dengan besaran 80 km/jam antara Batavia - Cirebon, Cirebon - Madiun sebesar 60km/jam. Fasilitasnya juga dilengkapi dengan kereta tidur kelas satu, lengkap dengan wastafel dan sistem ventilasi kipas hisap. Kemudian dilengkapi juga dengan kamar mandi yang memiliki shower. Walaupun dilengkapi dengan fasilitas kereta makan, hanya penumpang bertiket kelas 1 dan 2 yang hanya bisa menikmati layanan diatas kereta makan, dan penumpang kelas 3 makan di kursi mereka masing-masing.

ree
Kedatangan Java Nacht Express di Stasiun Madiun (Sumber: Majalah Spoor en Tramwegen Edisi 25, 1936)

Mengutip dari majalah Spoor en Tramwegen Edisi X, okupansi Java Nacht-Express sangat baik pada masa awal operasional, dengan total penumpang kereta tidur sebanyak 295 orang, baik dari tiket kelas 1 hingga kelas 3. Untuk tiket kereta kelas 1 dibanderol dengan harga f10, kelas 2 seharga f6, dan kelas 3 seharga f1.50.

Sama halnya dengan Eendaagsche Express, rangkaian Java Nacht diremajakan dengan tambahan sistem pendingin es balok, yang ditempatkan tepat dibawah rangka kereta. Setiap berhenti di stasiun tertentu, es balok juga akan diganti ketika mencair. Mengutip dari Bataviaasch Nieuwsblad, pergantian es balok umumnya dilakukan di stasiun Prupuk, ataupun Cikampek.

Epilog

Di tengah suasana krisis, Staatsspoorwegen mampu bertahan melewati masa-masa sulit dengan meluncurkan layanan kereta api cepat mereka, yang murah, aman, mewah, dan cepat. Hal ini tercermin dari sarana prasarananya, baik dari segi lokomotif dan kenyamanan yang ditawarkan di setiap perjalanan. Bahkan untuk kelas Asia Tenggara pada masa itu, layanan kereta cepat SS berkualitas 'setara' dengan kereta mewah di Eropa.

Dalam sejarah perkeretaapian Indonesia, kehadiran tiga kereta api secara tidak langsung menjadi fondasi layanan kereta jarak jauh, khususnya kereta kelas eksekutif, seperti Bima, ataupun Argo Parahyangan.


Source:

Surat Kabar

  • Bataviaasch Nieuwsblad, 4 Januari 1929. Koleksi Delpher.nl

  • Bataviaasch Nieuwsblad, 26 April 1932. Koleksi Delpher.nl

  • Bataviaasch Nieuwsblad, 28 Oktober 1939. Koleksi Delpher.nl

  • Het Nieuws van Den Dag. 22 April 1930. Koleksi Delpher.nl

  • De Koerir. 11 November 1934. Koleksi Delpher.nl

  • Soerabaiasch Handelsblad. 17 November 1934, Koleksi Delpher.nl

Majalah

  • Spoor en Tramwegen. Edisi 25. 8 Desember 1936

  • Spoor en Tramwegen. Edisi 23. 10 November 1936

Buku

  • Oegema, Jan J.G. 1982. De Stoomtractie op Java en Soematra. Delft: Bataafsche Kluwer

  • Raap, Olivier Johannes. 2017. Sepoer Oeap di Djawa Tempo Doeloe. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia

  • Tim Telaga Bakti Nusantara. 1997. Sejarah Perkeretaaapian Indonesia Jilid 1. Bandung: Penerbit Angkasa

Jurnal

  • Mohtar, Omar. (2021). Dari Angkutan Hasil Perkebunan ke Angkutan Manusia: Sejarah Kereta Api Cepat di Hindia-Belanda 1929-1942. Walasuji 12(1), 1-13

Comments


  • LinkedIn
  • instagram
  • googlePlus
  • flickr
  • youtube

©2018 by Lintang Mulia. Proudly created with Wix.com

bottom of page